Dalam waktu singkat, hampir semua sumber penghidupan masyarakat Desa Pleret habis luluh lantak. Misalnya: usaha yang digeluti oleh kaum perempuan di rumah masing-masing, hancur tak bersisa. Hasil rajutan mereka tidak bisa diselamatkan karena tertimpa bangunan. Demikian pula hasil bordir dan payet manikmanik) yang begitu manis melekat pada kain batik, saat itu hancur dan tidak bisa dikenali lagi. Demikian pula dengan sumber-sumber perekonomian masyarakat lainnya seperti: pasar onderdil motor dan sepeda yang berderet di ujung desa, pasar kecamatan, dan sektor usaha pertanian dan peternakan. Sejauh mata memandang, yang tampak adalah kehancuran.
Tercatat 218 jiwa penduduk Desa Pleret meninggal dunia. Sedangkan jumlah penduduk yang terluka berat maupun ringan, sulit untuk didata. Pada sisi lain, sebanyak 2.411 rumah roboh, 600 diantaranya mengalami kerusakkan berat. Angka ini bisa menggambarkan bahwa tingkat kerusakkan di Desa Pleret mencapai hampir 90%. Di tengah-tengah kondisi sulit ini, BKM Maju Makmur tidak mau berpangku tangan. Mereka secara informal mengumpulkan semua anggota BKM, dan mencoba mengklarifikasi kondisi masing-masing anggota, termasuk kondisi anggota KSM. Dari upaya ini teridentifikasi bahwa salah satu anggota BKM: Bapak Dahuri, meninggal dunia akibat gempa tersebut. Sedangkan dari KSM, tercatat 3 anggota KSM yang meninggal dunia. Sedangkan fisik Kantor BKM yang berada dalam satu kompleks dengan kantor kelurahan dindingnya retak-retak. Kompleks balai desa hancur, semua kegiatan desa dilakukan di pendopo desa yang tidak lagi berdiri tegak karena tiangnya sudah miring .
Pada hari-hari pertama pasca gempa, masing-masing personal BKM disibukkan dengan pembenahan kondisi di lingkungannya, seperti: membuat tenda dari bahan seadanya untuk tempat berlindung para pengungsi, sambil terus melakukan koordinasi dan komunikasi antar anggota dan pihak pemerintah/desa. Bantuan belum ada, semua mengandalkan bahan makanan yang tersisa (yang sebenarnya sudah tertimbun reruntuhan), termasuk memanfaatkan tanaman-tanaman pangan yang masih tumbuh di sekitar rumah. Beberapa orang berinisiatif mencoba menghubungi pihak keluarganya di kota lain untuk mendapatkan bahan makanan dan peralatan pengungsian. Sekitar empat hari pasca gempa, bantuan dari luar mulai berdatangan. BKM berkoordinasi untuk membantu menyalurkan bantuan-bantuan tersebut. Beberapa bantuan datang dari Forum BKM Jawa Timur , dan pihak-pihak lain yang selama ini terlibat dalam pengembangan BKM, seperti Bank Dunia.
Dua minggu setelah gempa, BKM Maju Makmur Desa Pleret melakukan koordinasi untuk mengambil kebijakan demi keberlanjutan penanganan pinjaman bergulir. BKM memutuskan untuk membuat surat edaran ke KSM, yang menyatakan bahwa untuk sementara (bulan Juni), angsuran diliburkan. Kemudian mulai bulan Juli, kas akan dibuka untuk KSM yang sudah bisa mengangsur, sementara yang belum bisa mengangsur diberi tenggat waktu 3 bulan untuk membayar bunganya saja. Kebijakan tersebut mendapat sambutan yang cukup baik dari KSM. Mereka merasa ‘dikaruhke’oleh BKM.
Memang, langkah yang telah diambil oleh BKM tersebut, merupakan langkah yang sangat strategis. Pada kondisi darurat seperti gempa tersebut, banyak orang yang menjadi terbebani dengan hal-hal yang menjadi kewajibannya. Dengan melakukan gerak cepat dan proaktif seperti itu, ternyata dapat mengurangi beban bagi para korban gempa terutama KSM, baik dari beban pikiran maupun beban keuangan. Sementara pada sisi lain, BKM juga dapat mengamankan assetnya, yang pada dasarnya merupakan asset masyarakat juga.
Di kemudian hari, cara ini ternyata terbukti cukup efektif guna mengantisipasi terjadinya pinjaman macet akibat gempa bumi. Hal ini dapat dilihat pada data berikut, dimana terjadi penurunan angsuran yang tidak terlalu besar:
Bulan Mei 2006 Jumlah Angsuran Rp.66.290.000
Bulan Juni 2006 Angsuran diliburkan
Bulan Juli 2006 Jumlah Angsuran Rp 24.196.000
Bulan Agustus 2006 Jumlah Angsuran Rp 42.400.500
Bulan September 2006 Jumlah Angsuran Rp 54.108.333
*Sumber: UPK BKM Maju Makmur
Membangun Channelling dengan UNDP
Urusan sumber penghidupan adalah urusan yang tidak bisa ditunda bagi siapapun. Masyarakat di lokasi bencana gempa di Desa Pleret menyadari hal ini sepenuhnya, bahwa mereka tidak bisa selamanya mengandalkan bantuan dari para dermawan. Dengan sisa-sisa peralatan, modal dan sumber daya yang tersisa, masyarakat mulai mencoba bangkit dan berusaha kembali, meski tidak mudah karena keterbatasan peralatan dan modal yang tersisa.
Berangkat dari kebutuhan di masyarakat pada saat itu, BKM Maju Makmur Pleret menyusun proposal: Program Pemulihan Sumber Penghidupan ke UNDP, yang menawarkan program pengembalian sumber penghidupan masyarakat pasca gempa. Proposal disusun dengan melakukan beberapa kali pertemuan dengan warga Desa Pleret, untuk menampung aspirasi masyarakat. Ada sejumlah 614 KK penerima manfaat yang diusulkan masuk dalam program ini, meliputi 2456 orang 35 laki-laki dan 1285 orang perempuan. Dari 614 KK, 208 KK diantaranya dikepalai perempuan, yang merupakan korban yang paling menderita ketika terjadi gempa.
Ada 3 jenis kegiatan yang diusulkan BKM Maju Makmur Pleret, yang diperuntukkan bagi korban gempa (terutama warga miskin):
1. Memberikan bantuan bahan dan peralatan usaha
2. Memberikan bantuan pinjaman modal
3. Mengadakan pelatihan ketrampilan, pertukangan, pembuatan batako dari reruntuhan bangunan dan memasak.
Pada saat itu ada 243 proposal yang masuk ke UNDP berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Pusat Studi Wanita, Yayasan, Koperasi, Badan Keswadayaan masyarakat (BKM) dan bahkan dari Lembaga International. Dari jumlah tersebut 20 proposal yang dinyatakan lolos.
Dua diantaranya dari BKM Maju Makmur Pleret Bantul dan BKM Citra Darma Tri Mulyo Jetis Bantul. Program yang diajukan BKM Maju Makmur dan disetujui UNDP nilainya sebesar Rp 249.884.000,-.
Penandatanganan kontrak dengan UNDP dilakukan pada hari rabu tanggal 29 November 2006.
Program BKM untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Pada tanggal 3 Juli 2006 , Presiden Republik Indonesia mengumumkan berakhirnya fase tanggap darurat di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Pemerintah telah merumuskan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekontruksi Pasca bencana di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, yang selanjutnya disebut Rencana Aksi. Rencana aksi memuat tiga unsur utama :
• Pemulihan perumahan dan pemukiman
• Pemulihan infrastruktur publik
• Pemulihan ekonomi
Untuk mendukung program-program pemerintah tersebut, maka BKM Maju Makmur Desa Pleret telah mengambil langkah kebijakan sebagai berikut :
1. Bidang Kelembagaan: merevisi PJM nangkis, yang meliputi tiga pendekatan, yaitu: bidang ekonomi, lingkungan dan sosial.
2. Bidang Ekonomi
• Penundaan angsuran pinjaman, penjadwalan ulang pengembalian kredit.
• Kerjasama dengan UNDP untuk program pemulihan sumber penghidupan bagi warga masyarakat korban bencana gempa bumi
3. Bidang Lingkungan: melakukan pendampingan bagi masyarakat yang memperoleh bantuan rumah permanen dari P2KP Peduli (Rekompak BDR/Bantuan dana rumah senilai Rp 20.000.000 per rumah) dan dari Rekompak BDL (Bantuan Dana Lingkungan senilai Rp. 200.000.000,- untuk membangun rumah transisi dari bambu) serta dari JRF (Java Reconstruction Fund) sebanyak 245 rumah permanen. Total dana pembangunan rumah permanen sebanyak Rp 7.460.000.000,-
4. Bidang Sosial
• Mengumpulkan dan membagikan zakat fitrah maupun zakat mal dari para dermawan lembaga formal, yang selanjutkan diberikan dalam bentuk santunan kepada warga miskin, yatim piatu, jompo dan para penyandang masalah sosial lainnya.
• Menyelenggarakan pelatihan bagi pengurus BKM, Pamong dan kader masyarakat dalam rangka penyegaran kembali tentang pengertian BKM maupun tugas pokok dan fungsi BKM dalam penanggulangan kemiskinan pasca gempa yang dilanjutkan dengan penyusunan revisi PJM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar